(Rudra Linga, Milik Pribadi).
1.1 CERITA KEMUNCULAN
SHIVA LINGGA.
“námaḥ sāyáṃ námaḥ
prātár námo rā́tryā námo dívā |
bhavā́ya ca śarvā́ya cobhā́bhyām akaraṃ námaḥ ||” (Atharva Veda XI:2:16)
bhavā́ya ca śarvā́ya cobhā́bhyām akaraṃ námaḥ ||” (Atharva Veda XI:2:16)
"Mari kita memberikan hormat di pagi hari, siang
hari, di malam hari - kepada Tuhan yang memberikan kita kehidupan (Bhava) dan
yang mengambilnya (Sarva)"
Titik kesadaran yang timbul secara berlahan bagi pemuja Shiva Lingam
adalah kesadaran atma dan kasih sayang. Shiva merupakan pengendali dari hawa
nafsu dan beliau tidak tersentuh oleh kenikmatan duniawi ataupun sifat-sifat
yang berhubungan dengan kenikmatan dari alam material, sehingga beliau di
identikan dengan seorang pertapa yang memiliki segala jenis kesederhanaan dan
pengendalian diri. Kasih
sayang dari Shiva hanya bisa di dapatkan melaui penyerahan diri yang mutlak. Kasih
sayang dan penyerahan diri secara mutlak ini di contohkan oleh Dewi Parwati. Tanpa
merasa lelah dan putus asa untuk berusaha mendapatkan kasih dari Dewa Shiva. Sehingga
beliau sang Dewi juga di lambangkan sebagai seorang pertapa atau yogini yang
dapat mengendalikan diri secara mutlak. Sehingga dewi disebut sebagai dewi
pengetahuan dalam kitab Suta Samhita;
“pārvatī paramā dēvī brahmavidyāpradāyinī |”
(sūta saṁhitā:04:13:34a).
"tersebut Dewi tertinggi Parwati adalah orang yang melimpahkan
pengetahuan tentang Brahman"
Selain sebagai penguasa dari
hawa nafsu Shiva adalah pengendali ego atau keakuan membuat seseorang jatuh
pada tingkat penderitaan. Sekalipun Shiva memiliki segala kualitas kemampuan
dalam Yoga dan ShidhiNya, beliau dapat mengendalikan rasa keangkuhan di dalam
diri. Maka dari itu, melalui pemujaan Shiva Lingam dengan mengetahui segala
kualitas sekaligus makna yang terkandung dapat membuat ego mengecil dan tidak
lagi menggelembung seperti tenggorokan kodok saat berbunyi dengan suara keras
di sebuah telaga kecil. Seiring ego mengecil secara berlahan pengetahuan yang
murni mengikuti, sehingga kasih sayang dan jati diri muncul secara mutlak.
“haracaraṇaniratamatinā bhavitavyamanārjavaṃ
yugaṃ prāpya ||” (MBH 13:14:183a).
“Ketika mereka yang jahat atau berdosa Kali Yuga hadir, kita tidak
boleh melewatkan sesaat tanpa mengabdikan hatinya pada kaki Hara”
Di berbagai Pura di Bali yang salah satunya adalah Pura Dalem
Kubontingguh terdapat sebuah Lingga Yoni yang sudah di tanam di sebuah bangunan
candi yang cukup besar oleh masyarakat setempat. Dikarenakan pihak masyarakat
takut ada yang mencuri Linggam tersebut. Pada saat
melakukan kunjungan diterjadi sebuah percakapan yang berkesan di antara saya
dan seorang pemanggku pengayah disana. Kami bercakap-cakap tentang keagungan
Shiva sebagai Shiva Pasupathi atau Tuhan sang pecipta alam. Beliau adalah ayah
ibu dari alam semesta dan merupakan tonggak awal dari kehidupan ini. Semua golongan
dari sekte-sekte bisa memujanya atau golongan-golongan yang dianggap brahmana,
ksatria, waisya, dan sudra dapat memuja beliau. Karena beliau adalah Tuhan Maha
Tinggi dan yang bijaksana. Hanya Shiva yang disembah dengan wujud Nirguna dan
Saguna. Linga dan Arca rupa.
“īśatvādeva me nityaṃ na madanyasya kasyacit
|
ādau brahmattvabuddhyarthaṃ niṣkalaṃ liṃgamutthitam ||39
tasmādajñātamīśatvaṃ vyaktaṃ dyotayituṃ hi vām |
sakalohamato jātaḥ sākṣādīśastu tatkṣaṇāt ||40
sakalatvamato jñeyamīśatvaṃ mayi satvaram |
yadidaṃ niṣkalaṃ staṃbhaṃ mama brahmatvabodhakam ||41
liṃgalakṣaṇayuktatvānmama liṃgaṃ bhavedidam |
tadidaṃ nityamabhyarcyaṃ yuvābhyāmatra putrakau ||” (Shiva Purana 1:9:39-42)
ādau brahmattvabuddhyarthaṃ niṣkalaṃ liṃgamutthitam ||39
tasmādajñātamīśatvaṃ vyaktaṃ dyotayituṃ hi vām |
sakalohamato jātaḥ sākṣādīśastu tatkṣaṇāt ||40
sakalatvamato jñeyamīśatvaṃ mayi satvaram |
yadidaṃ niṣkalaṃ staṃbhaṃ mama brahmatvabodhakam ||41
liṃgalakṣaṇayuktatvānmama liṃgaṃ bhavedidam |
tadidaṃ nityamabhyarcyaṃ yuvābhyāmatra putrakau ||” (Shiva Purana 1:9:39-42)
“Akulah penguasa semua dan
bahwa (ketuhanan) adalah milikku, selain aku bukan milik orang lain. Pertama
(di depanmu) Aku muncul dalam bentuk lingga untuk menjelaskan tentang sifat-Ku
menjadi Nishkala yang berada di luar jangkauan pikiran (untuk memahami), dan
kemudian menjadi dikenal untuk Anda, saat berikutnya aku sendiri muncul dalam
bentuk (Sakala). Oleh karena itu, mengetahui bentuk Ishwara ini saya sebagai
dengan atribut, dan apa pun pilar ini (yang Anda lihat), harus dikenal sebagai
simbol alam Nirguna-Ku, dan ini sendiri adalah lingga saya (simbol). Karena
tidak ada perbedaan antara lingga (simbol) dan satu itu menandakan (yaitu,
sendiri), Aku (ini) Lingga harus disembah selalu, Wahai anaku tersayang!”
Di dalam teks-teks pemujaan baik mantra ataupun lagu kerohanian Shiva
di puja oleh para dewa, orang bijak , dan para asura. Jika dilihat dari
cerita-cerita Puranik sering di temui nama-nama dari tokoh seperti Sukracarya
yaitu guru dari para asura , Rsi Dadici, dan sebgainya. Namun pada intinya sang
pencipta menerima semua yang hadir untuk mendapatkan kasih sayang beliau. Shiva
adalah pembimbing di antarasemuanya sehingga tercipta sebuah keharmonisan dan
tatanan yang baik di semua kalangan. Beberapa kalangan guru kerohanian pernah
mengajarkan! Bahwasanya di dalam setiap diri manusia memiliki kualitas sifat positif
dan negative dan untuk menyelaraskan itu perlunya sebuah tehnik tertentu yang
salah satunya adalah latihan yoga dan meditasi, yang sujatinya keduanya
mengarah kepada latihan pengendalian diri.
Para bhakta pemuja Shiva Linggam memuja beliau dengan berbagai
persembahan seperti bunga-bunga atau kalungan bunga dan juga pasta cendana atau
air cendana dengan penuh kasih. Di Bali persembahan dengan berbagai jenis seperti
halnya banten untuk memuja sang pencipta yaitu Parama Shiva. Persembahan merupakan
simbol keharuman bathin yang terpancar dari seorang bhakta itu sendiri. Didalam
hal persembahan tidaklah salah di karenakan ketentuan dari persembahan tidak dibatasi
dan dapat di sesuaikan dengan sebuah tradisi yang ada. Namun, mesti di garis
bawahi hal yang tidak di batasi ini bukan berarti bisa asal-asalan tentunya. Tuntunan
dari kitab suci yang baik mesti di gunakan sebagai patokan. Persembahan yang
baik adalah persembahan yang bersifat satwika guna sehingga memiliki kesucian
yang penuh sebagai simbol bhakti yang tulus. Perihal tentang persembahan ini di
perjelas lagi di bagian berikutnya sehingga lebih di mengerti oleh para
pembaca.
”Pradhanam prartim tatca ya dahurlingamuttaman. Gandhavarna
rasairhinam sabdasparsadi varjitam”.
“Lingam mula mula tanpa bau , warna, rasa,
pendengaran dan sebagainya di katakana sebagai prakrti (alam). ”
Lingam yang
dimaksudkan sesuai sloka Shiva Purana di atas adalah Lingam pada konsep
penciptaan alam makrokosmos yang sebenarnya mengacu kepada Tuhan alam semesta
dan ke agunganNya. Lingam yang tanpa bau ,warna ,rasa,dan pendengaran ini di
lukiskan dalam konsep penciptaan yang di jelaskan melalui kitab suci Shiva
Purana dan kisah itu di tata dengan rapi dan memiliki daya seni yang indah.
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang Lingam dijelaskan dibagian Bab berikutnya
secara bertahap dan menjelaskan konsep-konsep lainya, dan berbagai tatacara
pemujaan juga persembahan yang di gunakan.
Cerita di bawah
ini mengisahkan kemunculan dari Shiva Lingam. Cerita di bawah untuk kalangan
luas menyebutnya sebagai mitologi dikarenakan tata bahasa yang di gunakan yang
sulit dimengerti dan mengandung makna yang luas. Cerita kisah purana mengandung
unsur tutur dan pembelajaran yang penuh makna dalam kehidupan baik pribadi
maupun bermasyarakat. Selain kisah-kisah yang mengandung tutur yang bermaanfaat
juga mengandung unsur keyakinan dalam beragama baik dari segi tattwa, etika dan
susila. Kisah cerita dari kemunculan Shiva Linga ini saya ambil dari Shiva
Purana. Alsaan saya mengambil dari kitab ini, dikarenakan pada bait cerita
kitab ini lebih mengena tentang asal kemunculan Shiva Lingam. Selain itu lebih
mengena dalam pengertian yang sebenarnya mengenai Lingam.
(Shiva Linga, Milik pribadi).
1.1.1
Pertikaan Dewa Wisnu dan Dewa Brahma.
Di
kisahkan di masa penciptaan alam semesta, Dewa VIsnu atau Narayana sedang
tertidur di atas lautan akibat kelelahan dalam tapaswi yang lama dengan ular
naga sebagai alasNya. Dari pusar Dewa Visnu munculah bunga teratai yang indah
dan tumbuh sangat panjang. Dari bunga teratai ini yang kuncup timbulah Dewa
Brahma yang juga adalah bagian dari asfek perwujudan Tuhan. Dari sekian lama
keluarlah Dewa Brahma dari bunga teratai tersebut dan mulai melihat sekeliling
beliau sekaligusmerasa terheran dan tersanjung dengan ke indahan dari bunga teratai
itu. Selanjutnya Dewa Brahma berpikir untuk menelusuri tangkai bunga teratai
tersebut dan berusaha menemukan ujung batang bunga teratai. Dari sekian lamanya
Dewa Brahma menelusuri tangkai teratai beliau melihat sosok pemuda yang tampan
dan rupawan sekaligus bertubuh sangat indah yang sedang tertidur di atas
samudra. Dewa Brahma merasa heran tetapi juga merasa tersinggung, hal ini
dikarenakan sikap Dewa Wisnu yang seolah-olah tidak menghormati DewaBrahma yang
menurut Brahma sendiri beliaulah yang lebih tua. Di sininilah mulai terjadi
percakapan antara keduanya yang membicarakan tentang siapa yang lebih tua dan
lebih dahulu lahir dan sebagai pencipta sekaligus menciptakan alam semesta yang
luas.Percakapan yang memicu amarah masing-masing ini tak kunjung selesai yang
ahirnya menyebabkan pertikaian antara keduanya yang bisa menyebabkan kemusnahan
alam. Parama Shiva yang tidak berwujud mengetahui hal ini dan merasa kasian
kepada keduanya yang ahirnya beliau mewujudkan dirinya sebagai pilar cahaya di
mana sujatinya beliau berwujud Lingam yang di kenal dengan Lingodbhava. Pilar
cahaya yang begitu besar ini hadir dan membuat keduanya merasa terheran-heran.
Setelah beberapa waktu keduanya memiliki kesepakatan untuk menyurusi ujung
masing-masing Lingam cahaya itu dengan kesepakatan siapa yang bisa melakukanya
menjadi pemenang sekaligus sebagai yang tertinggi. Perjalananpun di mulai
dengan Dewa Brahma menuju keatas dalam wujud sebagai angsa putih dan Dewa Wisnu
menuju ke bawah dengan wujud sebagai babi. Sekian lama keduanya menyusuri untuk
mencari ujung pilar cahaya itu merekapun tak kunjung mendapatkan yang di cari
dan merasa kelelahan sekaligus memutuskan untuk mengahiri perjalanan pencarian.
Dewa Visnu kembali ke atas dan Dewa Brahma mulai turun juga akan tetapi sebelum
beliau turun beliau telah melakukan siasat agar mendapat kemenangan dengan
bekerja sama dengan bunga Ketaki untuk membohongi Dewa Wisnu nantinya yang
sujatinya sang bunga jatuh dari Mahesvara yaitu Shiva sendiri.
Sesampai pada titik awal beliau berdua
memulai percakapan yang intinya Dewa Brahma sebagai pemenang. Dewa Wisnu sujud
hormat kepada Dewa Brahma karena telah dinggap sebagai yang paling hebat dan
superior di antara mereka. Parama Shiva tidak senang akan hal ini beliaupun
mewujudkan dirinya dan marah mengetahui perbuatan Dewa Brahma mengutuk beliau
agar tidak memiliki pemuja dan tidak di puja di kuil-kuil sepertihalnya Dewa
Wisnu dan Dewa Shiva sendiri, namun beliu memberikan keringanan akibat dari
permohonan Dewa Wisnu dan menyatakan Dewa Brahma akan di puja saat upacara api
berlangsung (upacara Agni Homma/Agni Hotra). Dewa Shiva juga mengutuk bunga
Ketaki agar tidak di pakai sebagai sarana upacara keagamaan. Setelah itu Dewa
Shiva memeberikan tugas kepada Dewa Brahma dan Dewa Wisnu sekaligus beliau juga
memjelaskan berbagai yadnya dan pembagian waktu-waktu.
(Shiva Purana ).
Diatas merupakan cerita dari kemunculan dari Lingam. kemunculan Shiva
Lingam juga diceritakan dalam purana-purana lainya seperti Linga Purana, Dewi
Bhagavatam Mahapurana, dan Skanda Purana. Kisah kemunculan Linga api ini lebih
dikenal dengan Lingodbhava. Dalam kitab Shiva Purana dijelaskan secara panjang
lebar bagaimana Shiva muncul sebagai perwujudan Lingam. Pilar api ini disebut
dengan stamba atau skamba. Mari kita lihat percakapan antara Sanatkumara dengan
Nandi di Shiva Purana :
“sanatkumāra uvāca |
uktaṃ tvayā mahābhāga liṃgaberapracāraṇam ||24
śivasya ca tadanyeṣāṃ vibhajya paramārthataḥ |
tasmāttadeva paramaṃ liṃgaberādisaṃbhavam ||25
śrotumicchāmi yogīṃdra liṃgāvirbhāvalakṣaṇam ||” (Shiva Purana 1:5:24-26a).
uktaṃ tvayā mahābhāga liṃgaberapracāraṇam ||24
śivasya ca tadanyeṣāṃ vibhajya paramārthataḥ |
tasmāttadeva paramaṃ liṃgaberādisaṃbhavam ||25
śrotumicchāmi yogīṃdra liṃgāvirbhāvalakṣaṇam ||” (Shiva Purana 1:5:24-26a).
“Sanat kumara berbicara,
wahai sang Yogi, engkau adalah keberuntungan! Engkau begitu sangat baik
menceritakan kepada saya alasan dibalik dua jenis model pemujaan kepada Shiva.
Linga dan arca rupa Shiva. Itu benar! Saya ingin mendengarkan dari anda
bagaimana pertama-tama linga dan rupa Shiva ini muncul. Tolong beritaukan saya
bagaimana Lingodbhava ini muncul!”
“nandikeśvara uvāca |
śṛṇu vatsa bhavatprītyā vakṣyāmi paramārthataḥ ||26
purā kalpe mahākāle prapanne lokaviśrute |
āyudhyetāṃ mahātmānau brahmaviṣṇū parasparam ||27
tayormānaṃ nirākartuṃ tanmadhye parameśvaraḥ |
niṣkalastaṃbharūpeṇa svarūpaṃ samadarśayat ||” (Shiva Purana 1:5:26-28).
śṛṇu vatsa bhavatprītyā vakṣyāmi paramārthataḥ ||26
purā kalpe mahākāle prapanne lokaviśrute |
āyudhyetāṃ mahātmānau brahmaviṣṇū parasparam ||27
tayormānaṃ nirākartuṃ tanmadhye parameśvaraḥ |
niṣkalastaṃbharūpeṇa svarūpaṃ samadarśayat ||” (Shiva Purana 1:5:26-28).
“Nandi berbicara, anak ku
dengarkanlah, seperti yang aku telah ceritakan dengan penuh kasih sayang
mengenai kebenaran yang tertinggi. Pada zaman dahulu pada kalpa pertama didunia
ini, terjadi pertikaian antara Brahma dan wisnu untuk membuktikan salah satu
yang lebih besar dari yang lainya. Dalam rangka menyelesaikan konplik dari
mereka, diantara mereka muncul Paramesvara (Shiva) dalam bentuk pilar (stambha)
tanpa atribut”.
Pilar api yang bukan sembarang pilar, melainkan tanpa ujung dan
batasan. Bahkan brahma dan Wisnupun takan sanggup menemukan ujung dari
Agni-Lingam ini. Bahkan didalam Skanda Purana diakui demikian seperti sloka ini
““agnistambhamayaṁ rūpaṁ śambhōrādyanta varjitaṁ |” (Skanda
Purana:MK:03:01:37b). “Kemudian muncul!
Dalam bentuk Agni stamba (tiang api) yang tidak memiliki awal dan ahiran”.
Maka dari itu Shiva yang disebut Rudra, Bhava, dan Sarva diagungkan diberbagai
kitab suci yang salah satunya adalah;
“táva cátasraḥ pradíśas táva dyáus táva pr̥thivī́ távedám ugrorv
àntárikṣam |távedáṃ sárvam ātmanvád yát prāṇát pr̥thivī́m ánu ||” (Atharva Veda
XI:2:10)
"diriMu, O yang kuat
dewa (Ugra), merupakan empat daerah, diriMu langit, diriMu bumi, serta diriMu
atmosfir yang luas ini; diriMu merupakan ini semua yang memiliki semangat dan
memiliki napas atas bumi ".
Dibagian lain keagungan dari Shiva diagungkan sebagai yang patut
disembah disegala tempat. Hal ini disebabkan karena beliau pengasa semesta ini.
bhavó divó bhavá īśe
pr̥thivyā́ bhavá ā́ papra urv àntárikṣam |tásyai námo yatamásyāṃ diśī̀táḥ ||”
(Atharva Veda XI:2:27)
"Penguasa langit serta
Tuhan bumi merupakan Bhava. Bhava telah mengisi atmosfer yang luas. Di mana pun
ia berada, baginya kami harus memberi penghormatan ! "
Om Shanty..shanty...shanty...Om
0 Response to " Linga Yoni. "
Post a Comment